“udah berapa kali aku bilang sama kamu? JANGAN PANGGIL AKU ACHA!! Aku ini bukan Acha! kenapa sih kamu gak ngerti-ngerti??” Gadis itu terus berusaha meyakinkan laki-laki yang ada dihadapannya kini, bahwa dirinya bukanlah Acha
“enggak.. gue yakin lo pasti Acha, gue gak mungkin lupa sama lo cha.. gak mungkin!!” pemuda itu tetap bersikeras mengatakan kalau gadis yang didepannya saat ini benar-benar Acha
“Hhh!! asal kamu tau, aku paling BENCI orang SOK TAU kayak kamu!!” gadis itu tersenyum sinis lalu meninggalkan pemuda tersebut begitu saja
‘kenapa lo gak mau kenal gue lagi?? Gue kangen sama lo cha.. gue yakin lo acha, sinar mata lo gak berubah cha..’
Sinar matamu masih seperti dulu, saat engkau tinggalkan diriku.. *drive-karna kita*
* * *
Tujuh tahun yang lalu..
Sore hari ini, seperti biasa dua bocah perempuan dan satu anak laki-laki sedang bermain bersama disebuah taman. Tiga bocah kecil berumur sembilan tahun ini selalu bersama-sama sejak mereka…. Hmm.. saya juga kurang tahu tepatnya. Mungkin sejak mereka terbebas dari rahim bunda mereka.
“Acha! Kamu ikut main basket sama aku dan Shilla yuk.. jangan Cuma nontonin kita terus..” ajak seorang bocah laki-laki kepada Acha yang sedari tadi hanya duduk dibawah pohon sambil membaca buku
“iya cha, sekali-kali kamu ikutan main basket sama aku dan
“eh? Aku
“kita bisa kok ngajarin kamu.. iya
“ta.. tapi..” sebelum Acha melengkapi kalimatnya, kedua sahabatnya sudah menarik tangan Acha agar bermain basket bersama mereka.
sebenarnya.. Acha selalu iri melihat Rio dan Shilla bisa bermain basket, mereka terlihat sangat gembira. Acha sangat ingin bergabung dengan mereka, tapiii.. Acha selalu berfikir kalau dirinya tidak bisa seperti Rio ataupun Shilla, tidak akan bisa. Kedua sahabatnya itu terlalu hebat dan sempurna dimata Acha. Sedangkan Acha hanyalah seorang anak yang memiliki fisik, daya tahan tubuh lemah dan.. mudah terkena penyakit.
“Cha, jangan diem aja dong!!” tegur Shilla. Acha tersenyum
“Acha! Tangkep bolanya!”
“AW!!” Acha memegangi kepalanya. Rio dan Shilla berlari menghampiri Acha
“maaf ya cha.. aku gak sengaja..” ucap
“kamu gak kenapa-napa
“aku kan baru sebentar main basketnya, katanya kalian mau ajarin aku..” kata Acha. Rio dan Shilla saling berpandangan, heran sekaligus senang. Gak biasanya Acha begini, ingin bergabung bersama, main basket.
* * *
Sudah hampir satu jam bocah tiga serangkai itu bermain bola basket. Acha sangat menikmati hari ini. Begitu juga
“Acha!!” Shilla berlari ke arah Acha
“kamu kenapa cha?” Tanya Rio ikut khawatir
“sa.. sak.. it” Acha memegangi dada bagian kiri, nafasnya tak teratur. Pengelihatannya mulai pudar, semuanya terasa seperti berputar lalu hilang dan gelap
* * *
“Acha.. bangun dong sayang…” ucap mama Acha lirih sambil menepuk-nepuk pipi anak semata wayangnya itu. Shilla dan Rio berdiri disamping ranjang acha, mereka menunduk, merasa bersalah. Sebenarnya mama Acha sudah sering mengingatkan mereka kalau Acha tidak boleh terlalu capek, tapi mereka malah ngeyel *bahasa apa nih?* mereka tidak mengerti kenapa mama Acha melarang Acha? Yang mereka tahu Cuma main basket itu asyik.
“
“kami gak tau ma..” karna sudah dekat,
“tadi.. kami ajak Acha bermain basket” kata
“main basket??”
“iya.. awalnya acha gpp, tapi tiba-tiba..”
“ya sudah lah, mungkin Acha kecapekkan. Kita tunggu dokter ya sayang.. kalian gak usah sedih dan merasa bersalah..” hibur mama Acha
Tak lama kemudian datang seorang pria memakai jas hitam, itu papa Acha dan seorang wanita memakai pakaian putih, itu Dokter Winda. Dakter keluarga Acha.
“
“iya ma, tapi besok aku dan Rio boleh main sama Acha lagi
“boleh dong, kenapa enggak?” sambung papa Acha sambil merangkul kedua bocah itu
“pah, besok Rio lomba nyanyi” ujar
“oh ya? Papa yakin kamu pasti menang! Suara kamu
“tapi
“oke boss! kalau Acha sudah sehat, pasti papa izinkan Acha liat Rio nyanyi..” kata papa Acha sambil mengacak-acak rambut
“makasih pa.. aku sama Shilla pulang dulu yaaa”
“kalian pulangnya diantar bik inah ya, jangan pulang sendiri. Sekarang banyak penculikan”
Setelah kedua anak itu pergi, dokter Winda mulai memeriksa kondisi Acha.
“gimana keadaan Acha dok?” Tanya papa Acha cemas
“dok, mengapa Acha masih pingsan?” sambung mama Acha tak kalah cemas
“tolong tenang” dokter Winda menghela nafas “kondisi jantung Acha semakin melemah, sebaiknya Acha cepat-cepat ditangani sebelum.. terlambat” jelas Dokter Winda. Mama memandang papa Acha dengan raut wajah memohon
“pah, kita gak boleh menunda-nunda lagi”
“baik dok.. Anda bisa membantu kami menyembuhkan Acha?”
“begini pak, lebih baik Acha menjalani pengobatan di Jepang”
“jepang? Kenapa tidak di
“teknologi dijepang lebih maju dan terjamin” <- penulis sotoy -.-
“baik, kapan kami bisa bawa Acha ke
“saya akan menghubungi rekan medis saya dijepang malam ini juga. Jadi anda bisa membawa Acha besok pagi”
* * *
Keesokan harinya
“bunda.. shilla sama Acha kok belum datang bun? bentar lagi Rio
“sebentar lagi mereka pasti datang io.. nah, itu Shilla sama Kak Gabriel” ujar Bunda. Rio pun langsung berlari menghampiri Shilla dan kakaknya yang masih duduk dibangku kelas 7 SMP
“Shilla! Kak Iyel!” panggil
“halo
“hay juga kak.. Shill, kamu kok lama sih?”
“Iya maaf yo, tadi aku nyamper Acha dulu ke rumahnya.. tapi Achanya gak ada, rumahnya kosong.. aku Cuma nemu ini didepan pintu rumahnya” Shilla menyodorkan sebuah
“maksud kamu, Acha ninggalin kita Shill??” Tanya Rio shock. Shilla mengangguk lemas.
“Rio, sekarang giliran kamu tampil.. nama kamu udah dipanggilin tuh” ucap kak Gabriel tiba-tiba
“kamu nyanyi yang bagus yo”
Berjanjilah.. wahai sahabatku..
Bila kau tinggalkan aku, tetaplah tersenyum..
Meski hati sedih dan menangis..
Ku ingin kau tetap tabah menghadapinya..
Bila kau harus pergi,
Meninggalkan diriku..
Jangan lupakan aku..
Semoga dirimu disana
Untuk selamanya..
Disini aku
Rindukan dirimu..
Wahai sahabatku..
Rindukan diimu..
0 komentar:
Posting Komentar